MAIYAHKUDUS.COM

Jamasan

Mukadimah Semak Tadabburan edisi ke-14 (15 September 2018)

Jamasan dalam bahasa Jawa artinya keramas, istilah yang sudah jarang digunakan oleh generasi sekarang. Jamasan adalah momen atau ritual yang disakralkan, umumnya dilakukan setahun sekali pada malam satu sura. Kegiatan ini dilakukan oleh kaum yang dekat dengan benda pusaka. Jamasan adalah wujud rasa menghargai peninggalan atas karya adi luhung generasi pendahulu dengan tujuan menjalin ikatan batin terhadap sejarah dan makna di balik ritual tersebut.

Wujud nyata peninggalan leluhur kita adalah diri kita sendiri, maka tidak salah jika leluhur kita mencontohkan ritual jamasan sebagai metode pensucian diri yaitu membersihkan hati dan pikiran. Lau, mengapa ritual jamasan hanya dilakukan pada malam satu Sura?

Sebagian dari kita sering bertanya kaitan Sura dengan bulan Muharram, di mana Sura bertepatan dengan bulan tersebut. Masyarakat yang paham akan jamasan tentu mampu membedakan antara Sura dengan Muharram, sebab Sura merupakan peninggalan adat istiadat yang sudah sangat lama dilakukan oleh leluhur di Nusantara, bahkan konon sudah terlaksana sebelum Rasulullah memperkenalkan kembali ‘Asyura dalam bulan Muharram.

Rasulullah memperkenalkan ‘Asyura dengan tujuan mempertebal keimanan manusia, terutama umat islam, karena berhubungan dengan peristiwa-peristiwa penting dalam perkembangan sejarah manusia. Nabi Adam bertaubat kepada Allah pada bulan Muharram, taubat beliau adalah bentuk pensucian diri. Mensucikan bisa diartikan jamas, dan arti ini tidak harus tertuju pada objek atau benda, tapi bisa juga hati dan pikiran. Peristiwa lain seperti Nabi Nuh keluar dari perahu sesudah bumi ditenggelamkan selama 6 bulan. Penenggelaman bumi pada masa itu apakah bisa kita gambarkan sebagai bentuk jamas berskala global? Atau peristiwa-peristiwa di mana Allah dengan rahmad-Nya mencurahkan cinta kasih kepada ciptaan-Nya, seperti hari pertama Allah menurunkan hujan, Allah menjadikan ‘Arsy, Allah menjadikan Lauh al-Mahfuz, Allah menciptakan alam dan isinya, Allah menciptakan Malaikat Jibril, dan banyak peristiwa besar lain terjadi pada bulan Muharram.

Penciptaan yang pada uraian di atas tentunya menggambarkan betapa menyatu dengan harmonisnya kosmos (semesta) dengan Sang Mahapencipta. Ada pemahaman antara diri pribadi dengan tata kosmos jagad raya (mikro-kosmos dengan makro-kosmos), atau kemenunggalan antara individu dengan Tuhan yang mewujud dalam segala sifat dan hukum yang berada di jagad raya, atau “manunggaling kawula kalawan Gusti“. Apabila seseorang mampu manunggal atau selaras dengan tatanan kosmos, maka ia akan menjadi manusia yang sangat dekat dengan Tuhannya, sehingga sering kita dengar istilah “eling sangkan paran ning dumadi“. Mungkin dari peristiwa penciptaan inilah maka masyarakat nusantara gemar mengadakan ritual jamasan, termasuk halnya sedekah bumi, ruwatan, larung saji, dan ritual-ritual lainnya yang biasannya di bulan Sura, sebagai bentuk rasa syukur atas cinta kasih Allah pada ciptaanNya.

Diturunkannya Alquran adalah sebagian bentuk cintanya Allah pada ciptaanNya. Alquran tidak seluruhnya tersurat menjadi sebuah tulisan, namun cinta Allah yang tersirat mampu meresap dalam hati hamba-Nya yang beriman dan terealisasikan dalam bentuk tingkah laku ahlak mulia, karena Cinta Allah hanya bisa diungkapkan oleh rasa. Maka jamasan sangat berguna untuk membersihkan hati dan olah rasa dengan lelaku ibadah serta amal sholeh.

Memahami segenap nilai luhur yang terkandung benda pusaka tentu bukanlah perkara mudah, karena nilai luhur tidak hanya sekedar diingat dan dipelajari saja, tapi juga dihayati dan dilaksanakan. Dari sini lah nilai filosofi budaya tertanam dalam benak masyarakat nusantara sehingga menjadi aset kekayaan khasanah budaya, budi pekerti dan interaksi kebijaksanaan, yang sayangnya saat ini sedikit demi sedikit sudah mulai terkikis karena adopsi budaya dari luar tidak tertata baik.

Tentu semua tergantung laku masing-masing individu. Yang mau prihatin, eling lanwaspada, hati-hati, setiti, teliti tentu akan selamat dan mendapat berkah rahmat Allah serta menjadi manusia beriman.

***

Di bulan Sura atau Muharram ini Semak Tadabburan mengangkat tema “Jamasan” pada 15 September 2018 di Museum Kretek Kudus. Mari kumpul untuk sinau, muhasabah dan tirakatan bareng. (Redaksi – Semak)

Sedulur Maiyah Kudus (Semak) adalah Majelis Masyarakat Maiyah di Kota Kudus, yang merupakan bagian dari Masyarakat Maiyah Nusantara.