MAIYAHKUDUS.COM

Masa [Dep]depan

Mukadimah Semak Tadabburan edisi ke-36 (15 Agustus 2020)

Kita sepatutnya mengimani bahwa Tuhan tidak mungkin mengingkari janji atau sumpah. Salah satu sumpah Allah yang banyak terdapat dalam al-Qur’an adalah sumpah atas nama waktu. Misalnya: wa al-ashri (demi masa), wa al-lail (demi malam), wa ash-shubh (demi shubuh), wa adh-dhuha (demi waktu dhuha), wa an-nahar (demi siang), dan seterusnya. Dari sumpah-sumpah tersebut, ditegaskan bahwa kita diminta berfikir dengan akal sehingga mampu menginsafi dan melaksanakan yang haq dengan kesabaran.

Haq dalam al-Qur’an bukan hanya bermana benar (kebenaran) tapi juga beserta unsur baik dan logis. Dalam hal ini, di al-Qur’an kita sering mendapati kata seperti: Khair, Ma’ruf, Birr, Ihsan, dan Shaleh. Masing-masing kata tersebut bermakna sama tapi memiliki fungsi berbeda.

Berangkat dari hal di atas, sepantasnya kita mensyukuri waktu yang diberikan Tuhan dengan cara mempergunakannya sebaik mungkin. Baik bukan cuma dalam hal material saja tapi juga secara haq sebagaimana di atas.

Kita patut merenung dan belajar dari cara Tuhan mencipta semesta, begitu juga dengan ruang dan waktu. Kita mungkin sering mendengar jika ruang dan waktu saling berkaitan satu sama lain. Seperti saling berpasangan, sebagaimana ciptaanNya yang lain.

Tuhan mencipta segala sesuatu tak ada yang sia-sia. Begitu pun penciptaan yang saling berpasangan tentulah berfaedah dan penuh hikmah. Hitam-putih, baik-buruk, pria-wanita, kaya-miskin, tua-muda, dan seterusnya, semua memiliki porsi dan peran masing-masing. Sebagaimana, adanya pasangan muatan positif dan negatif memungkinkan terjadinya arus hingga tercipta kehidupan.

Kalau kita cermati bagaimana waktu bekerja, kita akan mendapati pemahaman bahwa waktu tercipta karena adanya pergerakan dalam ruang. Waktu yang kita jalani berpacu pada rotasi dan revolusi benda-benda langit. Teori tersebut memudahkan kita memahami logika secara keilmuan. Sementara itu, alam masih banyak misteri yang tidak kita ketahui.

Menjadi manusia ruang yang mampu memaknai kehidupan adalah manusia yang pandai mengeja diri, mampu terus belajar dan berusaha menjadi ‘hati yang selesai’, sehingga berpikiran terbuka. Namun, terkadang kita sulit menerima ide atau masukan dari luar. Apalagi hal itu bertentangan dengan pengetahuan yang mengakar dalam diri. Ketika kita mampu membuka hati dan pikiran kita terhadap segala sesuatu yang di luar batas toleransi pengertian kita, itulah yang dikatakan membuka diri. Orang yang berpikiran terbuka adalah orang yang bersedia dan mampu mengubah sudut pandang ketika dihadapkan pada fakta dan bukti.

Kemudian, untuk menghadapi situasi seperti saat ini atau bahkan yang lebih buruk, manusia harus meningkatkan kompatibilitas terhadap kondisi atau lingkungan di dalam dan di luar dirinya. Karena orang yang tidak tahu dan tidak paham dengan personalitas dirinya, maka kebanyakan orang hidup di dalam identitas, mencari identitas, bahkan terkadang banyak yang berlindung di balik identitas. Sedangkan hidup bukanlah masalah kita ada atau tidak, tapi kita berbuat apa. Dan parameternya adalah bermanfaat atau tidak.

Namun tidak lah elok merasa bahwa diri kita bermanfaat. Hati yang selesai adalah manusia yang terus berusaha menjadi lebih baik, berusaha memperluas radius wawasan dan konektivitas agar mampu menjadi manusia yang bermanfaat bagi siapapun sekarang ini. Apapun yang kita lakukan kemarin cukup menjadi pembelajaran agar mampu menjadi manusia yang lebih baik hari ini. Masalah kemarin kita pasrahkan pada pemilik waktu yang Maha Menghisab. Karena yang baik menurut kita belum tentu baik di hadapan Allah. Dan siapapun tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi esok, yang mampu kita lakukan untuk kebaikan kita hari esok adalah hanya berdoa. Maka waktu yang terpenting dalam kehidupan sebenarnya adalah hari ini.

***

Hati yang selesai adalah hati yang tidak heboh oleh macam-macam obsesi dan nafsu, tidak sibuk ribut dengan skenario-skenario individual subjektif. Hati yang selesai adalah hati orang tua menjelang maut. Engkau tak perlu menunggu tua untuk menerapkan hati tua. Hati –yang atas informasi dari akal sehat– mengerti mana yang sejati mana yang palsu, mana yang abadi, mana yang sementara, mana yang wajar dikejar-kejar, mana yang kita tenang-tenang saja.” Emha Ainun Nadjib.

Bagaimana cara kita agar mampu menjadi hati yang selesai, dan menjadi pribadi yang lebih baik masa kini, hingga mampu menjadi lebih baik di masa depan?

***

Semak Tadabburan bulan ini mengusung tema Masa [Dep]depan.

Wallahu a’lam bisshawab. (Redaksi Semak)

Sedulur Maiyah Kudus (Semak) adalah Majelis Masyarakat Maiyah di Kota Kudus, yang merupakan bagian dari Masyarakat Maiyah Nusantara.