MAIYAHKUDUS.COM

Sinau Sinergitas dan Kekekalan Energi

Reportase “Energi Sinergi”, Semak Tadabburan edisi ke-30 (11-12 Januari 2020)

Berangkat dari tema ‘Energi Sinergi’, para sedulur Maiyah Kudus merapatkan diri pada majelis maiyahan Semak Tadabburan edisi ke-30 di Museum Kretek, Sabtu (11/01). Sebagaimana pernah Mbah Nun tuliskan tahun 2012 bahwa kebaikan sukar berdiri sendiri dan murni sebagai kebaikan itu sendiri. Dari sinilah sinergitas sangat dibutuhkan agar terbentuk sebuah keseimbangan. Seperti sinergitas antara kaum Muhajirin dan Kaum Anshar pada masa Rasulullah yang dipaparkan dalam mukadimah.

Majelis sinau dimulai pukul 20.00 WIB dengan dzikir, munajat, serta shalawat yang dibacakan oleh Pak Iwan Pranoto, Cak Sip, dan Mas Agusman ini begitu egaliter, di tengah guyuran air menghujani langit halaman Museum Kretek.

Hadir sebagai pemantik, Bapak Hasan Aoni (Aktivis, Budayawan, Founder Omah Dongeng Marwah) mengawali dengan pemahaman ‘energi’ secara umum. Terpantik oleh sebuah tanggapan sebelumnya dari sedulur maiyah yang jauh-jauh datang dari kota Pemalang mengenai hukum kekekalan energi, bahwa energi tidak bisa diciptakan dan tidak bisa dimusnahkan, energi hanya bisa diubah bentuknya saja.

Foto: Dok. SEMAK | Lokasi : Museum Kretek Kudus

Foto: Dok. SEMAK | Lokasi : Museum Kretek Kudus

Pak Hasan Aoni menyumbangkan pemahaman tentang teori Ampere di mana industri pada masa itu dimulai dengan penemuan-penemuan berkala, dari mesin uap, kapal api, motor, dll. Bahwa kita dapatkan sebuah kesimpulan ditemukannya bentuk-bentuk sarana untuk kemudahan manusia adalah melalui penyatuan beberapa energi hingga lahirlah sebuah digitalisasi.

Pembicaraan semakin menghangat meski hujan belum juga mereda. Para sedulur maiyah mulai menangkap dimensi intelektualitas yang bersinergi dengan diterimanya ruang-ruang spiritualitas juga. Kaitannya dengan sumber energi dalam pemahaman kita saat ini, yaitu energi matahari, Pak Hasan Aoni memberikan sebuah retorika, bisakah kita benar-benar menyebut matahari itu sumber energi? Padahal dalam sistem tata surya, matahari bukanlah sesuatu yang abadi. Matahari hanya hadir sebagai penciptaan dari Allah SWT. Apakah Tuhan (Allah SWT) itu adalah kekekalan energi itu sendiri?

Foto: Dok. SEMAK | Lokasi : Museum Kretek Kudus

Foto: Dok. SEMAK | Lokasi : Museum Kretek Kudus

Sebelum benar-benar ditarik dalam pembahasan serius, jeda kegembiraan disuguhkan oleh anak-anak muda mahasiswa dari salah satu UKM IAIN Kudus dengan membawakan syair Al I’tirof. Suguhan kopi, aneka jajan tradisional ala kadarnya, semakin menghangatkan suasana Museum Kretek pada malam itu. Hingga dilanjut pada pemaknaan ‘sinergitas’ oleh Pak Hasan Aoni dalam kacamata penyempurnaan diri antara seorang dengan orang lainnya, bahwa sinergitas ialah “Kebaikanku, akan kutularkan kepadamu. Kekuranganku, akan kau isi kebaikanmu“. Maka energi kebaikan itu harus ditularkan agar bisa menutup dari kekurangan satu sama lain. Di sinilah hukum kausalitas atau sebab akibat bekerja. “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri.” (QS. Al-Isra’:7 ).

Sebelum malam benar-benar larut, dua buah tembang indah juga dilantunkan oleh Tsaqiva Kinasih Gusti (Dara multi-talenta dari Omah Dongeng Marwah sekaligus putri Bapak Hasan Aoni, dan pernah membuahkan film berjudul “Mata Jiwa”). Dengan cantik alunan gitar itu mengalun mempersyahdu dimensi kegembiraan pada Semak Tadabburan.

Pemahaman-pemahaman dari pemantik lain, Gus Hasan Mafik mengenai ‘takwa’, bahwa takwa adalah serangkaian proses, bukan hasil. Jadi orang yang bertakwa adalah orang yang berproses. Sedangkan kaitannya energi, beliau mengatakan bahwa Rasulullah adalah energi, energi dari Rasulullah inilah yang diambil oleh para sahabatnya untuk bersinergi. Pembahasan sinergi ini juga dipaparkan oleh Pemantik Semak yaitu, Gus Syafik yang tentu saja memperkaya falsafah kita mengenai sinergitas, keseimbangan, serta kesinambungan. Dilanjutkan Presiden Tronjal-Tronjol Indonesia (Bapak Nurhadi) dengan kelakarnya semakin mewarnai keseimbangan tiap dimensi di Semak ini.

Sebuah lagu sholawatan dari sedulur maiyah bernama Baston dengan suara khasnya melantun jelang acara Semak mendekati dini hari. Suasana yang hangat, egaliter, dan senada pada pemahaman-pemahaman Mbah Nun akan terus membersamai dalam majelis maiyah Semak Tadabburan di Kudus. Melingkar, tanpa sekat, setiap jamaah bisa saling bertukar pemahaman tanpa mencari pembenaran. Bahkan membawa serta kerinduan sedulur maiyah yang datang dari tanah seberang selatan sekitar Undaan. Seorang lelaki bersama balitanya menerobos dalam dingin hujan sekedar untuk menuntaskan dahaga pada majelis rutin sinau bareng yang diadakan tiap bulan ini. (Yani)

Ibu rumah tangga, pecinta sastra, abdi di Madrasah dan TPQ Miftahul Falah Undaan Kudus